اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ
تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ
اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ (أَمَّا بَعْدُ) فَقَالَ تَعَالَى
وما أمروا الاليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلوة ويؤتوا الزكوة
وذلك دين القيمة
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah
di hari ini kita mempertebal ketaqwaan kita kepada Allah dengan menghindarkan
diri dari kecurangan,kebohongan dan berbagai sifat tercela lainnya. Karena
dengan demikian kita dapat istiqamah berusaha menjadi orang yang saleh
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Dalam
sebuah perkataanya sahabat Ali Karaamallhu Wajhah pernah berkata “andaikan
tidak ada lima keburukan didunia ini, tentunya manusia menjadi orang saleh
semua. Kelima keburukan itu adalah 1) merasa senang dengan kebodohan. 2) tamak
dengan dunia. 3) bakhil dengan kelebihan harta. 4) riya’ dalam beramal dan 5)
membanggakan diri”. Dalam teks arabnya berbunyi demikian:
عَنْ
عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَوْلَا خَمْسَ خِصَالٍ لَصَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ
صَالِحِيْنَ اَوَّلُهَا اَلْقَنَاعَة ُبِالجَهْلِ وَالْحِرْصُ عَلَى الدُّنْيَا
وَالشُّحُّ بِالْفَضْلِ وَالرِّياَ فِى الْعَمَلِ وَالْإعْجَابُ بِالرّأيِ
Demikian
keterangan Sayyidina Ali tentang lima hal yang merusak susunan masyarakat
muslim sehingga terjebaklah mereka dalam kenistaan. Sebagaimana akan
diterangkan satu persatu dibawah ini.
Pertama,
merasa senang dengan kebodohan,
artinya adalah membiarkan diri bahkan merasa nyaman dengan ketidak tahuan dalam
masalah agama. Sebagaimana banyak terjadi pada muslim masa kini di perkotaan yang
tiap harinya disibukkan dengan urusan bisnis dan bermacam pekerjaan demi
mencapai cita-citanya. Sedangkan masalah ke-islaman cukup dipasrahkan saja
kepada para ustadz yang dipanggil ketika dibutuhkan. Entah untuk berdoa, untuk
ditanya ataupun sekedar dijadikan teman curhatnya.
Tidak
ada dalam dirinya keinginan belajar dengan sungguh-sungguh apa itu Islam dan
bagaimana seharusnya menjadi muslim yang baik. Tidak pernah ingin tahu cara
shalat dan wudhu yang benar. Mereka sudah puas dengan pengetahuan yang
didapatnya dari teman atupun dari meniru tetangga. Paling-paling belajar
keislamannya didapat dari tayangan televisi atau internet .
Memang
itu tidak salah, tapi semua itu menunjukkan ketidak seriusan keislaman mereka
dibandingkan dengan keseriusannya belajar ilmu pengetahuan atupun kesibukannya
mengurus berbagai urusan dunia. Orang seperti ini seharusnya mengingat pesan
Rasulullah saw:
اللهُ
يَبْغَضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ رواه الحاكم
Allah membenci orang yang pandai
dalam urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat.
Ma’asyiral
Mukminin Rahimakumullah
Kedua,
tamak dengan dunia dan ketiga bakhil dengan kelebihan harta, kedunya merupakan pasangan yang selalu terkait bagaikan dua
sisi mata uang yang tak terpisahkan. Karena siapapun yang tamak dan merasa
kurang dengan berbagai kepemilikan hartanya pastilah dia akan berlaku bakhil
dan sangat sayang dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Dalam
kesempaatan lain Rasulullah saw pernah menyinggung tentang ketamakan. Beliau
berkata yang artinya bahwa mencintai harta adalah sumber segala kecelakaan dan
keburukan. Baik keburukan fisik maupun mental. Mari kita bersama-sama
berintropeksi diri mengapa diri ini seringkali masuk angin gara-gara terlalu
sering di jalan demi mengejar satu pekerjaan. Betapa para pebisnis itu sering
kali keuar masuk rumah sakit berganti-ganti penyakit karena komplikasi yang
disebabkan kurangnya perhatian dalam mengurus diri dan lebih suka mengejar
materi. Meskipun ini bukanlah hukum universal yang dapat diterapkan pada semua
orang, tetapi minimal menjadi pelajaan bagi kita yang mengerti. Betapa
kecintaan dan ketamakan dunia selalu membawa petaka. Belum lagi petaka mental
yang merusak negeri ini. Korupsi, kolusi dan juga kebiasaan berbohong demi
citra diri semua bermuara pada satu kata ‘tamak terhadap dunia’. Untuk hal ini
khatib lebih baik tidak banyak komentar karena semua jam’ah telah mafhum
adanya.
Rasulullah
saw pernah bersabda:
الزّهْدُ
فِى الدُّنْيَا يُرِيْحُ الْقَلْبَ وَالبَدَنَ وَالرُّغْبَةُ فِيْهَا تُتْعِبُ
اْلقَلبَ وَاْلبَدَنَ رواه الطبرانى
Zuhud
(tidak suka) dunia sangat menyenangkan hati dan badan. Sedangkan cinta dunia
sangat melelahkan hati dan badan.
Demikianlah
bahwa kebakhilan ataupun kepelitan merupakan dampak sistemik yang tidak
terhindarkan dari ketamakan dunia. Dan kebakhilan pasti akan menjauhkan
seseorang dari Allah, surga dan sesama manusia. Itu artinya kesalehan bagi
orang yang bakhil adalah angan-angan belaka. Dan jikalau ada keselahan di sana
pastilah itu hanya kesalehan yang semu. Karena hadits Rasulullah tentang
kebakhilan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan surga serta manusia sesama
adalah hadits Shahih.
Para
Jama’ah yang Dirahmati Allah
Keempat,
riya dalam beramal. Riya’ adalah pamer yaitu melakukan
satu amal ibadah (agama) dengan maksud mendapatkan pujian dari manusia. Atau
dengan bahasa yang agak kasar riya dapat juga dikatakan dengan mengharapkan
nilai dunia dengan pekerjaan akhirat. Rasulullah saw menegaskan bahwa riya
termasuk dalam kategori syirik kecil (as-syirikul asyghar) dalam salah
satu sabdanya “sesungguhnya sesuatu yang sangat saya khawatirkan atas dirimu
adalah syirik kecil, yaitu riya” (HR.Ahmad).
Disebut
demikian karena perwujudan riya yang sangat halus dan tidak kentara. Adanya
hanya dalam hati. Tidak ketahuan di dalam tindakan diri. Para sufi
mengibaratkan halusnya riya seperti semut hitam yang merayap di atas batu keras
warna hitam di tengah pekat malam. Begitu halusnya riya hingga seringkali
mereka yang terjangkit penyakit ini seringkali tidak sadar.
Fudhail
bin Iyadh seorang sufi pernah mencoba menjabakan tentang riya dengan bahasa
keseharian katanya: ”jika datang seorang pejabat kepadaku, kemudian aku
merapikan jenggotku dengan kedua belah tanganku, maka aku benar-benar merasa
khawatir kalau dicatat dalam kategori orang-orang munafik”
Demikianlah
hendaknya segala apa yang dilakukan manusia disandarkan kepada Allah swt. Tidak
hanya semata mempertimbangkan kepentingan manusia. Apalagi jika berhubungan
dengan amal ibadah murni seperti shalat, baca al-qur’an, zakat dan lainnya maka
Allah swt mengancam mereka yang mendustainya dengan neraka Rasulullah saw
bersabda:
اِنَّ
اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُلِّ مُرَاءٍ
Sesungguhnya Allah swt mengharamkan
surga bagi orang yang riya.
Dan
kelima, adalah ujub atau membanggakan diri.
Yaitu merasa diri paling sempurna dibandingkan dengan yang lain. Ketidak
bolehan perasaan ujub ini dikhawatirkan pada lahirnya kesombongan, dan
kesombongan itu sendiri merupakan sifat Allah yang tidak boleh ada dalam diri
manusia.
Demikianlah
lima hal yang menurut Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah dapat menghalangi
seseorang menjadai seorang yang saleh.
Demikianlah
khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang
mendalam, bagi kita semua amin.
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ.
0 comments:
Post a Comment