Kita sebagai makhluk sosial yang bergaul di
tengah masyarakat, tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari terkadang atau
bahkan sering kita mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya atau sikap-sikap
yang seharusnya tidak kita dapatkan, mungkin dari tetangga, teman sejawat, atau
siapa saja yang kita jumpai dalam kehidupan keseharian kita. Sikap-sikap tersebut,
tidak jarang menimbulkan kerugian bagi kita; nama baik kita tercemar,
kehilangan harta, dijauhi oleh masyarakat, dan lain sebagainya. Keadaan ini
sering membuat kita marah dan kecewa, sehingga kita ingin membalas perbuatan
orang-orang tersebut dan sulit untuk memaafkan.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, Khatib ingin
menyampaikan bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan orang lain, dan
melapangkan dada kita dari sikap-sikap manusia yang berbuat zalim kepada kita.
Agama kita sangat mengajurkan untuk memaafkan
orang lain. Di antara bukti anjuran itu adalah Allah janjikan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi untuk orang yang memaafkan. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)
Namun pada praktikknya, bersabar dan memaafkan
gangguan orang lain ini bukanlah perkara yang mudah. Bagi kita bersabar atas
musibah samawiyah seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus, rasa sakit
yang kita derita, dll. Musibah seperti ini relatif lebih mudah bagi kita untuk
bersabar, tetapi kalau musibah itu ditimbulkan akibat gangguna orang lain lebih
sulit bagi kita untuk bersabar. Mudah-mudahan dengan apa yang akan saya sampaikan mengenai tujuh sikap untuk meraih predikat pemaaf ini tertanam di
hati kita, maka kita akan lebih mudah untuk memaafkan orang lain.
Pertama: Sikap yang pertama adalah kita
meyakini bahwa perbuatan orang kepada kita adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang Dia tetapkan untuk kita. Allah-lah yang menciptakan
perbuatan para hamba, sebagaimana dalam firman-Nya,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا
تَعْمَلُونَ
“Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)
Oleh karena itu, kita pandang perbuatan yang
tidak menyenangkan yang dilakukan oleh orang-orang kepada kita adalah takdir
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Dan sebagai hamba Allah, kita
menerima dan beriman kepada takdir yang Allah tetapkan. Kita taruh dalam benak
kita bahwa orang-orang ini adalah hanya sebagai alata atau perantara takdir
Allah itu terjadi pada kita. Sehingga kita paham bahwa Allah-lah yang pada hakikatnya
menimnpakan musibah kepada kita melalui orang yang berbuat aniaya kepada kita.
Kedua: Ingatlah bahwa kita banyak
melakukan perbuatan dosa.
Dan musibah ini terjadi juga karena disebabkan
dosa-dosa kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan orang-orang berbuat
aniaya kepada kita karena perbuatan dosa yang kita lakukan.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah
yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura:
30)
Oleh karena dosa-dosa yang kita lakukan, maka
wajar ada orang yang berbuat aniaya kepada kita. Allah menakdirkan hal tersebut
sebagai pengingat bagi kita yang banyak melakukan dosa atau juga sebagai
balasan karena kita pernah berbuat aniaya kepada orang lain.
Ketiga: Tanamkan pada diri kita bahwa
bersabar dan memaafkan mendatangkan pahala yang sangat besar.
Di antara pahala tersebut adalah Allah katakan
orang yang sabar itu bersama Allah.
إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik
maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)
Inilah beberapa ayat yang menjanjikan pahala yang
begitu luas bagi orang-orang yang memaafkan.
Keempat: Hendaklah kita tanamkan di jiwa
kita sebuah prinsip bahwa balasan itu tergantung bentuk perbuatannya.
Ketika kita sadar bahwa kita adalah orang yang
banyak berbuat dosa kepada Allah Ta’ala, baik disebabkan oleh hati
kita, lisan kita, atau anggota badan kita, baik yang kita sadari maupun yang
tidak kita sadari, maka tentunya kita akan amat sangat butuh ampuna Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Dengan kita memberikan maaf kepada orang-orang yang telah
bersalah kepada kita, orang-orang yang bersifat buruk kepada kita, dengan
amalan ini kita berharap Allah pun mengampuni kita atas perbuatan dosa
kita dan aniaya kita terhadap diri sendiri.
Kita berharap, ketika kita mudah memaafkan orang
lain, mudah-mudahan Allah pun akan mudah memaafkan segala kesalahan kita.
Inilah buah dari prinsip “balasan itu tergantung jenis atau bentuk amalan yang
dilakukan”.
Kelima: Tidak membalas perbuatan aniaya
orang lain kepada kita adalah sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Kita semua yakin tidak ada orang yang lebih mulia
dan tidak ada orang yang lebih agung harga dirinya, lebih terhormat, daripada
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersamaan dengan itu,
tidak pernah satu kali pun beliau membalas penganiyaan orang lain terhadap
dirinya. Kita yang kehormatan dan harga diri jauh dibandingkan dengan nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pantas lagi untuk memaafkan
orang-orang yang berbuat tidak baik kepada kita.
Inilah poin dari memaafkan adalah bagian dari
sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membalas adalah bukan
bagian dari sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau senantiasa memaafkan dan tidak pernah membalas.
0 comments:
Post a Comment