Mengacu pada
farman Alloh dalam surat Al-anfal ayat 27-28 dapat dimengerti betapa beswar
tanggung jawab para pemegang amanat di sisi Alloh. firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ، وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS.
Al-Anfal: 27-28)
Kedua ayat ini, zahirnya, berisi
larangan kepada orang-orang yang beriman agar tidak mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadanya, dan sejatinya harta dan anak-anak kita adalah
bagian dari amanat tersebut yag tak boleh kita sia-siakan, jika kita
benar-benar berharap pahala yang besar di sisi Allah swt. Yang sungguh menarik,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rahimahuLlah – berargumen dengan ayat ini atas
kewajiban setiap orang yang memiliki kewenangan memilih pejabat, baik pejabat
eksekutif, legislatif maupun yudikatif, bahkan pejabat militer dan lainnya,
agar tidak gegabah dalam menentukan pilihannya. Orang yang memiliki kewenangan
untuk memilih pejabat, hendaknya ia memilih orang yang terbaik dan paling tepat
untuk jabatan yang akan diembannya, dari sekian banyak kandidat yang ada.
Barangsiapa yang memberikan jabatan kepada seseorang semata-mata didasari atas
relasi kekerabatan, nasab, teman, suku, ras, aliran atau karena disuap dengan
harta atau keuntungan lainnya, atau karena ketidaksukaannya kepada orang yang
semestinya berhak menerima jabatan tersebut, maka ia telah mengkhianati amanat
Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman .
Ibnu Taimiyah
melanjutkan, biasanya, seseorang karena motivasi kecintaan kepada anaknya, maka
ia memilihnya atau memberinya sesuatu yang bukan haknya. Ada juga orang, yang
karena ingin menambah kekayaan atau demi mengamankan usahanya ia berkolusi
untuk jabatan-jabatan tertentu. Orang yang berlaku demikian, kata ulama yang
lebih dikenal dengan syaikhul Islam ini, telah mengkhianati Allah dan
Rasul-Nya, juga mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadanya .
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari
berbagai mazhab Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk
suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin, hukumnya adalah wajib
(al Imamah, al Aamidy: 70-71). Karena keberadaan seorang pemimpin, dalam
pandangan Islam, berfungsi untuk menegakkan agama Allah serta untuk menyiasati
dan mengatur urusan duniawi masyarakat dengan mengacu kepada agama .